
INDONESIA DARURAT DINASTI POLITIK
Oleh: Jundan Muhammad Abda’u
Isu politik dinasti telah menjadi fenomena yang menarik dalam pemerintahan hari ini. Hal tersebut dikarenakan banyak kepala daerah yang cenderung berupaya membangun politik dinasti alih-alih mendukung kinerjanya. Secara sederhana, politik dinasti dapat diartikan sebagai sebuah kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang masih memiliki hubungan keluarga.
Sejarah politik dinasti di Indonesia mulai terlihat sewaktu orde baru berkuasa. Ketika itu, presiden Indonesia ke-2, menunjuk anaknya sebagai menteri sosial meskipun hanya menjabat beberapa bulan karena tuntutan reformasi tak terbendung. Runtuhnya orde baru yang dibarengi dengan lembeknya upaya mereformasi secara sungguh-sungguh telah menimbulkan efek domino. Praktik dinasti justru semakin menyubur, tetapi kali ini terjadi hingga ke tingkat lokal, seiring dengan perubahan hubungan pusat-daerah melalui kebijakan otonomi daerah yang semula tersentralisasi menjadi desentralisasi.
Robert Michel (1911) dengan teorinya yang disebut hukum besi oligarki (the iron law of oligarchy) menyatakan bahwa semua organisasi yang kompleks, terlepas dari seberapa demokratis mereka, ketika dimulai akhirnya berkembang menjadi oligarki. Michels mengamati bahwa karena tidak ada organisasi yang cukup besar dan kompleks dapat berfungsi murni sebagai demokrasi langsung, kekuasaan dalam organisasi akan selalu didelegasikan kepada individu-individu dalam kelompok itu, dipilih atau tidak.
Dinasti politik merupakan salah satu kemunduran atau ketidaksempurnaan demokrasi Indonesia karena politik dinasti akan selalu mengaburkan atau bahkan meniadakan fungsi checks and balances dalam pemerintahan. Mustahil kita mengharapkan budaya saling mengritik antar anggota DPRD satu sama lain yang notabene berasal dari satu politik dinasti yang sama. Misalnya, DPRD A mengkritik DPRD B. Karena mereka memiliki hubungan kekerabatan. Akibatnya checks and balances tidak mungkin ada dan muaranya akan mengarah ke pratik korupsi.
Lord Acton pernah berkata bahwa “power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely”. Karena itu sudah tak heran Ketika banyak kasus politik dinasti yang tersandung korupsi contoh dinasti Banten, Cimahi, Bangkalan, Klaten, Banyuasin. Dan ada Kasus terbaru pada Kamis (2/7/2020) Bupati Kutai di tangkap oleh Kpk beserta istrinya yang menjabat sebagai ketua DPRD dan keduanya tetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap proyek insfrastruktur. Hal itu semakin menambah panjang daftar buruk dinasti politik di Indonesia.
Politik Dinasti membuat orang yang tidak kompeten memiliki kekuasaan. Tetapi sebaliknya pun bisa terjadi, dimana orang yang kompeten menjadi tidak dipakai karena alasannya “lagi-lagi” bukan keluarga. Selain itu, cita-cita bangsa akhirnya tidak terwujud karena pemimpin atau pejabat negara tidak mempunyai kapabilitas dalam menjalankan tugas.
Oleh karena itu Dinasti politik bukanlah sistem yang tepat unrtuk diterapkan di Negara kita Indonesia, sebab negara Indonesia bukanlah negara dengan sistem pemerintahan monarki yang memilih pemimpin berdasarkan garis keturunan.