Oleh: Muhammad Waliyuddin
Di awal abad ke-21, pasca runtuhnya orde baru, kesempatan politik semakin terbuka yang dimotori oleh gerakan reformasi indonesia. Hal tersebut mendorong gerakan mobilisasi masa secara transparan dalam ruang publik. Perubahan iklim politik pada orde baru reformasi tersebut,
Berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan keagamaan masyarakat islam di indonesia. Pengaruh ini dapat dilihat dengan semakin kuatnya identitas dan gerakan kelompok keagamaan diluar mainstrem kelompok keagamaan.
Perkembangan zaman tentu semakin modern, globalisasi begitu cepat terbawa arus. Kelompok mainstrem ini tak kalah akal untuk menyebarkan paham dan ajarannya secara masif. Kemajuan teknologi salah satunya dengan munculya berbagai teknologi seakan ini memudahkan kelompok ini untuk menyebarluaskannya. Kemajuan teknologi seperti televisi, telepon dan telepon genggam (HP), bahkan internet bukan hanya masyarakat kota, namun juga telah dinikmati oleh masyarakat di pelosok – pelosok desa. Akibatnya segala informasi baik yang bernilai positif maupun negatif dapat diakses oleh masyarakat.
Radikalisme di dalam agama dan atas dasar agama sangat mengkhawatirkan. Dewasa ini negara indonesia telah di masuki virus terorisme dengan memanfaatkan jaringan berbasis internet.
Kelompok tersebut dengan sangat leluasa menggunakan media sosial dengan memasuki doktrin- doktrin ajaran mereka , membuat media propaganda serta pendidikan dan pembinaan bagi jaringan mereka.
Disini peran pemuda millenial dalam arti bijak dalam bersosial media berperan penting dalam menangkal postingan – postingan yang mengajarkan atau ada indikasi ajaran radikalisme di dalamnya. Seperti provokasi, ujaran kebencian dan lain sebagaianya.
Pemuda di zaman milenial seperti ini seharusnya tak hanya menggunakan media sosial di manfaatkan untuk ajang memamerkan foto, tempat untuk bercurhat , serta bermesra mesraan dengan pasangannya. Tetapi sebagai salah satu komunikasi media yang di manfaatkan untuk berbagi informasi dan inspirasi terbaik.
Ada berbagai cara yang dapat dilakukan pemuda sebagai penerus bangsa ini dalam menangkal radikalisme salah satunya dengan cara bersosial media dengan bijak, inspiratis serta bermanfaat bagi orang lain. Serta ini menjadi tantangan pemuda sendiri di zaman mobilisasi seperti ini. Apalagi pemuda ketika di umur 17-19 tahun an masa di mana pemuda mencari jatidirinya, maka dari itu merupakan tantangan bagi pemuda zaman sekarang untuk menangkal paham-paham tersebut di pikiran mereka, serta apa yang harus dilalukan pemuda sebenarnya di zaman serba tekonologo saat ini.
Bahaya Radikalisme
Indonesia, negeri yang multi agama sekaligus multikultural telah diploklamakirkan menjadi negara bukan agama, sekaligus bukan negera tanpa agama ( alias sebagai negara sekuler ). Dimana agama-agama diakui di negeri ini. Antara agama dan negara dapat dikatakan sebagai entitas yang tidak dapat dipisahkan.
Letak pentingnya secara sosiologis adalah jika penduduk mayoritas menjalankan aktivitasnya yang mendukung keberadaan negara yang tidak berdasarkan agama tetapi nilai-nilai agama dapat mempengaruhi kebijakan negara maka gambar keseluruhan penduduk negeri akan positif. Sebaliknya, jika penduduk mayoritas dalam aktivitasnya menentang resistensinya kuat atas negara yang tidak berdasaran agama maka gambar keseluruhan negeri ini adalah negatif.
Kasus paling jelas adalah ketika negeri ini dalam beberapa tahun lalu terjadi peristiwa pemboman dan berbagai aksi terorisme yang dilakukan sekelompok umat islam, maka gambar indonesia yang berpenduduk umat islam merupakan sarang teroris bahkan paling sadis adalah tuduhan bahwa islam merupakan agama teroris dan kekerasan.
Akibatnya isu terorisme menjadi isu global yang hangat dibicarakan di dunia. Pasalnya terorisme telah menimbulkan konsekuensi yang luas, tidak hanya politisi dan militer, tetapi secara ekonomis. Terorisme hakikatnya mempunyai tujuan politik dan kalim politik. Berbagai cara termasuk kekerasan, intimidasi hingga pembunuhan.
Lembaga penelitian indonesia, selalu menempatkan antara aksi-aksi kekerasan berupa radikalisasi berupa dukungan agama dan institusi keagamaan selalu berhubungan terorisme. Bahkan belakangan kaum santri menyatakan tegas mengalami radikalisasi dalam perjalanannya berubah menjadi teroris.
Disini radikalisasi bisa dikatakan adalah jalan utama menuju terorisme. Apalagi di zaman era globalisasi saat ini jika kita tak bisa membentengi diri maka kita akan terjerumus dengan doktrin-doktrin semacam itu. Kebanyaan dijadikan sasaran kaum jihadis sebagai kader radikalisme biasanya kelompok muda. Direktur Wahid Institute Yenny Wahid mengatakan, ‘’usia muda termasuk masa rentan menjadi intoleran dan radikal. Karena mereka masuk dalam fase mencari jati diri atau identitas. Apalagi generasi ini melihat adanya ketidakadilan di sekitar mereka’’. Sehingga gampang sekali bagi kelompok mereka memberikan makanan sehari-hari berupa doktrinisasi ke pikiran mereka dengan iming-iming yang besar. Kebanyakan yang termakan adalah para pelajar SMA Kaum muda antara umur 17-19 tahunan.
Dari Percetakan ke Dunia Maya
Kemajuan teknolgi semakin pesat bentuk radikalisme dan terorisme selalu menyesuaikan semangat zaman. Mulai dari buku-buku paham radikal hingga dizaman sekarang yang menggubakan internet.
Buku – buku bacaan maududi, quthb, M Albahi ini semua dapat membangkitkan perasaan benci permusuhan terhadap barat dengan segala produknya ( kapitalis ).
Pada dasarnya yang melahirkan kekerasan adalah rantai-rantai peradaban. Adanya trend –trend baru dengan munculnya buku buku islam radikal yang diterbitkan sejumkah penerbit. Menurut Khamami Zada, fenomena ini sebagai imbas dari peristiwa bom bali I tahun 2002 yang mengandung media coverageyang begitu besar baik media nasional maupun internasional.
Mulai dari itu aksi-aksi terorisme yang terus menerus terjadi di indonesia sejak 2002 hingga 2009 telah semakin memapankan perkembangan penerbitan islam yang berhaluan jihadi.
Trend berkembang adalah penyebaran buku-buku dan tulisan dakwah. Yang penting terutama bagi kelompok konservatif dan berbagai aliansi, yang mulai mengeluarkan hasil publikasi mereka baik berupa buku-buku, majalah, kaset dan belakangan VCD, Yang dijual di toko-toko buku, distributor dan bahkan diunggah (uploud) pada situs situs mereka sendiri.
Tantangan Pemuda
Generasi Muda adalah merupakan potensi dan asset pembangunan manusia yang sangat besar dan tentu saja memiliki peran yang sangat strategis dan menentukan pembangunan suatu bangsa. Potensi serta peranan yang dimiliki menjadikannya sebagai Pengukir Masa Lalu, Pelaku Masa Kini dan Penentu Masa Depan Bangsa.
Pemuda harus senantiasa dibimbing dan dibina untuk aktif memerankan fungsinya yaitu sebagai penggerak pembangunan dan sekaligus motor pembaharu dalam kehidupan masyarakat sehingga akan tercipta tatanan yang dibangun dengan pendekatan kemandirian dan ditopang sepenuhnya oleh pemuda.
Maka dari itu pemuda menjadi garda terdepan untuk mencegah paham-paham radikalisme yang membumbui media online. Serta mengajrkan pada generasi-generasi dibawahnya dengan mengajarkan hal-hal yang positif. Ada beberapa cara untuk menjadi pemuda millenial yang menyumbang hal positif di negara ini.
Salah satunya dengan cara bersosial media dengan bijak. Tak menyebar hoax, mencari fakta real terkait berita yang di siarkan tersebut. Peka terhadap permasalahan sosial.
Yang paling ampuh bagi pemuda adalah ikut beroeganisasi. Organisasi sebagai wadah berkumpulnya orang-orang untuk mencapai tujuan bersama adalah merupakan wadah yang sangat tepat bagi pemuda, karena dalam wadah itu, akan lahir perpaduan ide sehingga menciptakan konsep pembangunan yang brilian.
Peranan organisasi kepemudaan, jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan, para pemuda sudah menampakkan perannya. Sejarah panjang tentang kepemudaan sudah menorehkan tinta emas yang menceritakan betapa besar jasa yang telah dipersembahkan generasi muda kepada bangsa dan negara.
Dan salah satu pencegahan bagi radikalisme online dengan cara menyebarkan ajaran-ajaran islam yang rahmatan li alamin. Semisal dengan cara menyuarakan jungle-jungle seperti Ayo Mondok, mengajak para pemuda pemudi untuk mondok di pesantren tentunya yang berbasis ahlu sunnah wal jamaah. Dan ikut organisasi kemahasiswaan yang jelas ashal ushul nya yang mempunyai dasar pemikiran yang jelas.
Seperti PMII misalnya oraganisasi kemahasiswaan yang didirikan di surabaya bertepatan pada tanggal 17 April 1960. dengan adanya hasrat kuat para pemuda Nahdliyin untuk membentuk organisasi mahasiwa yang berideologi Ahlussunnah Waljama’ah (aswaja).
PMII memnpunyai tujuan Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Organisasi seperti ini sangat berperan penting bagi penangkal paham-paham radikalisme kushusnya di berbagai kampus-kampus di Indonesia. Ada beberapa pesan yang disampaikan oleh Rais Aaam PBNU Untuk PMII yang di lansir dari www.nu.orid
- PMII mengupayakan islam ahlussunnah wal jamaah, di kampus-kampus dalam upaya deradikalisasi;
- PMII harus selalu menjaga keutuhan negara kesatuan replubik indonesia (NKRI);
- PMII diminta berperan dalam persolan kebangsaan dengan membaca situasi yang ada dan memberikan solusi;
Itu beberapa pesan yang di sampaikan KH. Ma’ruf Amin kepada PMII semoga menjadi tonggak pertama dalam menangkal radilisme di negara ini.
Referensi
Zuly, Qodir. 2014. Radikalisme Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pusataka Pelajar.
Alfas, Fauzan. 2006. PMII Dalam Simpul-Simpul Sejarah Perjuangan, Jakarta: PB PMII 2016.
Ghifari Imam, Fauzi. 2017. ‘’ Radikalisme di Internet” dalam religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1,2 (Maret 2017): 123-134. Progam Doctor Religious Studies Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Sunarto, Andang. 2017. “Dampak Media Sosial Terhadap Paham Radikalisme”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, IAIN Bengkulu.
Rozie, Fahcrur. 2017. “ Radikalisme Ancama Nyata Pemuda Tanah Air”, http://news.liputan6.com/read/3034980/radikalisme-ancaman-nyata-pemuda-tanah-air, di akses pada 25 Juli 2017 pukul 15.14 WIB