“Gus Dur merupakan sosok merupakan Guru Bangsa bagi Indonesia. Pria yang memperjuangkan nilai-nilai pluralitas ini lah sehingga Gus Dur banyak di terima di berbagai kalangan. Saya menemaninya selama 23 tahun,” ucapan yang keluar dari mulut pria berusia 71 tahun.
Nama aslinya Tjahjadi Nugraha lebih akrab di sapa Nugraha. Pendeta kelahiran Magelang ini telah menjadi karib Gus Dur selama 23 tahun. Selama rentan waktu itulah ia banyak belajar dari sosok Gus Dur yang sangat ia kagumi itu, sifat Gus Dur yang sangat menghargai siapapun.
Saat di temui dalam acara peringatan Haul Gus Dur ke-7 di Tugu Muda Semarang, Kamis (29/12) malam, ia banyak berkisah selama hidup bersama Gus Dur. Ia mengatakan bahwa Abdurahman Wahid adalah orang yang sangat mencintai Indonesia dari pada golongannya sendiri. Ia juga tidak pernah memandang perbedaan yang ada pada setiap orang, apapun agama dan sukunya,
”Saya sama Gus Dur ini bersahabat 23 tahun, sampai akhir hayatnya, dan saya belajar banyak dari beliau. Beliau mempunyai jiwa yang benar benar murni dia lebih mencintai Indonesia daripada golongannya sendiri,” ujarnya.
Ia juga menceritakan bahwa suatu saat Gus Dur pernah menyakan sesuatu kepadanya tentang kecintannya kepada Indonesia.
“Nugh kalau Amerika menyerbu Indonesia apa sikapmu?, tanya Gus Dur. Beliau kan tahu saya Kristen. Saya jawab bahwa akan melawan Gus, karena saya Indonesia. Meskipun beliau mempertanyakan Amerika itukan Kristen. Saya menjawab dengan tegas tidak ada urusan. Gus Dur pun menjawab podo Nuh, nek arab saiki nyerbu Indonesia, aku nglawan arab (Sama Nugh, kalau Arab sekarang mengepung Indonesia saya akan melawan),” tambah pria asal Semarang.
Ada dalam duka
Pada tahun-tahun terahir kondisi kesehatan Gus Dur semakin menurun, sehingga sering berobat ke luar negeri. Ketika itu juga Pendeta Nugraha ini lah yang selalu setia mendampingi kemanapun pergi berobat. Beberapa kali tercatat menjalani perawatan di rumah sakit Amerika, Rusia, dan Israel
“Saya tidur dengan Gus Dur satu karpet hampir tiap malam, saya juga yang menjaga saat cuci darah dua kali seminggu, di Amerika, Rusia, dan Israel,” pungkas pria yang sudah berkepala tujuh ini.
Kedekakatan dengan Pendeta Nugraha berlanjut saat menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Gus Dur pernah menyambangi rumah karibnya ini di Semarang.
Hal ini di ceritakan oleh anak kedua dari empat bersaudara Pendeta Nugraha, Ellen Kristiani Nugroho, saat reporter pmiirasya.com berbincang-bincang. “Memang kami dari keluarga yang dekat dengan Gus Dur. Beliau (bapak) teman dekat yang di ajak kemana-mana selalu menemaninya saat ke Amerika dan kemanapun pergi. Suatu saat beliau datang ke rumah kita tanpa sepengetahuan keluarga. Waktu masih jadi presiden seketika itu orang sekampung ramai sekali datang kerumah,” tukas perempuan berkaca mata ini. (md)