Oleh : Kala Rahaditya

Pagi ini, Salim, sedang berkumpul dengan keluarga di rumah sebelum berngkat ke balai desa untuk mengikuti aksi penolakan tambang. Dalam menikmati pagi, Salim pergi ke luar rumah sembari menggendong cucu tercintanya untuk menyaksikan keindahan alam dan merasakan hawa sejuk pagi itu. Sebenarnya kegiatan seperti ini selalu dilakukan Salim setiap pagi sebelum berangkat ke ladang. Bagi Salim kebersamaan keluarga adalah penyemangat kesehariannya. Motivasi terbesar dalam hidupnya adalah keluarganya sendiri. Isteri, anak, menantu, dan cucunya. Berkat sikap Salim yang begitu baik terhadap keluarganya selama ini hampir tidak pernah ada permasalahan-permasalahan yang cukup serius di dalam keluarganya . Namun permasalahan justru hadir dari pihak luar, yaitu ketika lahannya rusak akibat penambangan pasir ilegal di desa kami, Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Penambangan pasir ilegal itu dikhawatirkan Salim akan merusak alam sekitar jauh lebih parah lagi. Atas keresahannya itu, Salim mulai mengunjungi kawan-kawan yang menjadi korban terdampak penambangan pasir ilegal tersebut. Salah satunya adalah aku, Tosan.  Sebenarnya dari awal tahun 2013 kami sudah merasakan dampak-dampak yang tidak baik akibat tambang ilegal tersebut, seperti irigasi pertanian rusak, warga tidak bisa menanam padi karena pesisir rusak, dan adanya air laut yang menggenangi areal persawahan kami. Akhirnya pada awal 2015 kami membuat Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok-awar. Yang anggotanya terdiri dari dua belas orang, Hamid adalah keruanya, aku anggota, dan Salim adalah motor gerakan kami.

Dari awal didirikannya forum, kami mulai bergerak untuk memprotes pertambangan pasir di desa. Pernah suatu kali, di bulan juni 2015 kalau aku tak salah, kami mengirimkan surat kepada Bupati Lumajang untuk meminta audiensi terkait penolakan tambang. Namun sayang, samasekali tidak ada tanggapan dari pihak kabupaten yang kala itu diwakili Camat Pasrian. Kami gemas dengan tanggapan-tanggapan yang tak pasti dari pihak pemerintahan. Akhirnya pada bulan September kami menggelar aksi damai untuk menghentikan aktivitas truk bermuatan pasir yang berpusat di Balai Desa Selok Awar-awar. Saat itu juga kepala desa, Haryono melunak atas aksi kami. Ia menandatangani surat pernyataan untuk menghentikan pertambangan itu. Tapi sangat disayangkan dan sangat dikecewakan, usut punya usut ternyata Haryono adalah salah satu orang yang mendukung penambangan ilegal tersebut.  

Haryono mulai gerah dengan aksi kami, ia berusaha menghentikan perlawanan kami dengan membayar orang-orang suruhan dan para preman untuk melakukan ancaman pembunuhan dan penganiayaan. Hal tersebut cepat tersebar ke telinga anggota forum. Namun Salim selalu mengatakan pada kami, “Kawan-kawan, perjuangan mempertahankan tanah adalah perjuangan hidup dan mati, ancaman apapun harusnya tak mengendorkan niat kita untuk mempertahankan sumber kehidupan itu!”

Ya, salah satu anggota yang diincar oleh Haryono dan komplotan Desir adalah Salim. Karena dialah yang memang paling vokal dan paling getol memperjuangkan hak kami itu. Dia jugalah yang menjadi motor didirikannya Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok-awar. Ketika Salim mengetahui kabar ancaman pembunuhan dan penganiayaan pun ia tidak gentar. Atas hasil musyawarah dari forum, akhirnya kami sepakat untuk melaporkan ancaman itu ke ranah hukum. Kami melakukan koordinasi dengan Polsek Pasirian, dan sempat mendapatkan pemberitahuan terkait siapa saja nama-nama penyidik yang akan menangani kasus tersebut. Kami sedikit lega dengan hal tersebut, karena dengan begitu kami bisa melanjutkan perjuangan kami dengan lebih mantap. Akhirnya tadi malam, tanggal 25 September 2015 kami melakukan konsolidasi antara forum dan warga. Rencananya aksi akan diadakan keesokan harinya, yang artinya adalah hari ini, tepatnya nanti pukul tujuh tiga puluh pagi.

***

Hari ini adalah hari yang menegangkan, kami selalu optimis dengan perjuangan dan perlawanan yang kami lakukan untuk menolak tambang itu. Namun entah kenapa hari ini perasaanku tidak seperti ketika aksi-aksi sebelumnya. Hari ini aku merasakan keresahan yang luarbiasa, atau aku takut? Bukan-bukan, aku bukan takut. Aku khawatir dan benar-benar merasa gelisah, kekhawatiranku terutama pada Salim, kawan-kawan forum, dan warga Selok Awar-awar. Tidak-tidak, aku tidak boleh kawatir, tidak boleh cemas, apalagi takut. Aku tidak bisa meninggalkan perjuangan ini, tidak bisa kutinggalkan pula kawan-kawanku dan semua warga . Ya, sekarang ini, aku harus berangkat untuk menyiapkan aksi warga.

Aku berangkat menuju rumah salah seorang kawan untuk menyiapkan perlengkapan aksi. Di sana kawan-kawan sudah berkumpul, semua perlengkapan aksi sudah siap. Kami segera berangkat ke balai desa sekitar pukul tujuh. Sebelum berangkat kami berdoa terlebih dahulu untuk keselamatan, kelancaran, dan keberhasilan perjuang hari ini.

Perlahan barang-barang mulai diangkut. Aku langsung menuju balai desa. Sampai di sana warga sudah berkumpul dengan semangat perjuangan yang tampak pada wajah mereka. Langsung saja aku turun dari sepeda dan menuju kerumunan warga. Aku ambil komando pada mereka lalu aku bagikan selebaran anti tambang. Saat membagikan selebaran merasa perasaanku benar-benar tidak enak.

Benar saja, saat akumembagikan slebaran itu ada gerombolan orang menuju ke balai desa dengan membawa benda-benda seperti kayu dan apa lagi aku kurang jelas dalam melihatnya dari kejauhan. Saat itu pula seorang kawanku, Hamid berkata padaku,

“Tosan, kau harus segera pergi dari sini!”

“Tidak, Hamid, tidak bisa. Aku harus tetap di sini ikut serta dalam perjuangan warga.”

“Tosan, kau jangan gila, preman-preman itu akan segera menghajarmu kalau kau tidak segera pergi.”

“Tapi, para warga juga membutuhkan pendampinganku sebelum Salim sampai di sini.”

“Sudah! Sekarang kau jangan banyak bicara, gerombolan itu semakin mendekat. Untuk massa biar aku yang komando dahulu.”

Namun di saat yang bersamaan, para warga panik, beberapa ada yang tergopah-gopoh meninggalkan pelataran balai desa karena ketakutan. Ternyata gerombolan itu memang hanya mengincar aku, hingga dengan berat hati, aku pergi menggunakan sepedaku. Sayang sekali, aku benar-benar sudah dikepung oleh gerombolan itu. Tiba-tiba, “Bugg!” seseorang memukulku dari belakang menggunakan kayu. Aku sudah kebingungan hendak lari ke mana, badanku lunglai, pikiranku tidak keruan, pandanganku buyar. Di saat yang bersamaan, tonjokan tangan kosong mendarat di perutku, disusul di muka, disusul lagi di tengkuk, lalu kurasakan ada pukulan banyak sekali di sekujur tubuhku, entah berapa orang yang memukuliku, tapi aku rasakan benar-benar banyak. Sepuluh, sebelas, lima belas, ah, entah berapa aku tidak sanggup lagi bertahan. Aku benar-benar sudah sangat lemah, akhirnya aku mempunyai ide untuk berpura-pura mati biar aku bisa selamat. Tubuhku sudah tergeletak dan masih saja ditendangi oleh gerombolan itu. Aku langsung melemaskan seluruh tubuhku, membuka mulutku, dan menahan nafas cukup lama, sampai aku tak sadarkan diri. Hingga akhirnya gerombolan itu pun pergi meninggalkan aku. Aku selamat. Ya, selamat dari kematian, namun sakitku bukanlah sakit luar semata. Luar dan dalam. Hatiku, hatiku sangat sakit ketika mengetahui bahwan gerombolan preman itu adalah suruhan Haryono.

***

Di waktu yang bersamaan, ternyata ada gerombolan lagi yang menuju rumah Salim. Ini cerita dari salah seorang kawanku setelah aku sadar.

Waktu itu, ada sekitar tiga puluh sampai empat puluhan orang menuju rumah Salim. Salim menyadari akan adanya bahaya tersebut, akhirnya dia membawa masuk sang cucu yang saat itu sedang ia ajak bermain di pelataran rumah. Begitu Salim keluar, benar saja ia langsung dihajar oleh gerombolan itu.

Hampir sama denganku, ia juga dipukuli pakai kayu, dipikul dengan tangan kosong, dan benda-benda tumpul lainnya. Ada juga yang membawa senjata tajam. Lebih parah lagi, sesudah di keroyok, Salim masih di arak sambil dipukuli menuju balai desa, kemudian diarak lagi menuju makam desa. Kepalanya mengalir darah di tengkuk dan bagian-bagian kepala lainnya. Bajunya koyak dan Salim sudah tidak berdaya samasekali.

Belum cukup itu, rupa-rupanya para preman ini benar-benar berambisi ingin menghilangkan nyawa Salim. Di saat salim terkapar tak berdaya, mereka menggorok lehernya, lalu seseorang membawa batu besar dan menghantamkannya ke kepala Salim. Jenazah Salim dibiarkan tergeletak.

Ya Tuhan, apa salah kami hingga sebegini rupa akibat yang kami dapatkan. Bukankah mempertahankan kelestarian alam-Mu adalah tugas utama manusia? Lantas mengapa kau biarkan bajingan-bajingan biadab itu menyiksa kami dan sampai membunuh Salim? Apakah keajaiban-keajaibanmu hanya Kau berikan kepada nabi-nabi terdahulu saja? Apakah Kau sudah kehabisan cara untuk mengazab orang-orang seperti itu?

Ya, Allah, kami tahu Engkaulah zat yang maha kaya yang menguasai alam semesta dan isinya. Pelajaran apa yang akan Kau beri setelah kematian Salim ini, Ya Allah?

Salim, Ya Allah, Salim sahabat perjuangan kami yang paling kami kagumi, Ya Allah, kenapa begitu cepat Kau ambil nyawanya, Ya Allah. Berikanlah surgamu pada Salim, Ya Allah. Berikanlah, Ya Allah.

Salim, Salim, kau yang pahlawan.

Kau akan tetap ada dan berlipat ganda!