Oleh : Fathul Munif

PMII lahir dari serapan aspirasi Mahasiswa NU (pemuda NU), dimana aspirasi tersebut berangkat dari kesadaran bahwa dibutuhkannya wadah teruntuk pemuda NU berakselerasi. 13 mahasiswa NU bersama restu PBNU yang saat itu diketuai oleh beliau KH. Dr.Idham Khalid lantas merumuskan organisasi yang sudah lama diidamkan tersebut, yang kemudian lahirlah organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia pada 17 april 1960 atau 21 syawal 1379 yang bertempatan di Taman Pendidikan Khadijah di Surabaya dengan ketua pertama Mahbub Djunaidi yang terpilih secara aklamasi. Dibawah naungan NU,  yang kemudian itu berarti sama halnya dengan NU, PMII menjalankan asas perjuangan yang berorientasikan pada keislaman dan kebangsaan, dan Ahlus sunah wal jamaah (aswaja) sebagai ideologi PMII dalam fragmen keislaman dan pancasila pada kenegaraan.

            Dalam keislaman PMII senada dengan NU berideologikan aswaja,  yang pada dasarnya menempatkan tawassuth, tawazun,  tasamuh, i’tidal dalam kerangka berfikir (manhaj al fikr) yang kemudian itu juga menjadi corak dalam menjalin uhkuwah guna menebar pesan islam sebgai agama yang rahmatan lil alamin, ditengah-tengah majemuknya Indonesia.

            Islam yang rahmatan lil alamin dan pancasila sebagai dasar negara menjadi tanggung jawab NU dan PMII dalam menjaga keberlangsungannya, mengingat masih ada saja yang meminta pengkajian ulang terhadap itu, bahkan ada yang benar-benar sudah berani menawarkan konsep negara untuk menggantikan pancasila. Hal ini barang tentu adalah kegiatan yang dalam upayanya sudah melangar konstitusional.

Salah satu contoh saja peranan NU dan PMII dalam menghadang fenomena  akhir-akhir ini, perihal  maraknya penampilan wajah islam yang keras, garang, dengan dijadikannya simbol-simbol yang tidak substantif sebagai pijakan jihad, yang juga gerakan tersebut sudah sampai pada penggunaan perangkat politik.  Melihat fenomena yang demikian, dengan islam moderat yang diusung NU dan PMII hadir secara lugas membentengi dan menjaga masyarakat Indonesia untuk tetap mawas dan sadar dari faham-faham yang berpotensi menggeser nilai, norma, budaya, maupun ideologi yang sudah menjadi kesepakatan bersama yang kemudian itu dikenal dengan Pancasila. Sejarah mencatat dimana konsistennya perjuangan tersebut menjadi benteng pertahanan dan pemersatu bangsa dari hal-hal yang mengancam keutuhan.

            Mengapa harus pancasila? Harus kita ingat bahwasanya pancasila bukanlah suatu nilai atau norma yang dibuat, namun sejatinya pancasila memang sudah hidup sebagai nilai budaya masyarakat Indonesia, dimana sifat gotong royong menjadi jatidiri dalam berbangsa dan bernegara. Mengapa harus kita pertahankan? Lord Shang dalam teori tujuan negara miliknya, mengakui bahwa pelemahan rakyat tidak dapat dilakukan selama didalamnya masih terdapat adat-istiadat, musik, nyanyian, sejarah, kebaikan, moral-kesusilaan, hormat kepada orang tua, kewajiban persaudaraan, kebijaksanaan, yang itu bukan lain adalah budaya ataupun nilai, norma yang sudah menjadi karakter interaksi masyarakat dalam bernegara, yang kemudian pada pancasila mengandung semangat persatuan

            Hal diatas hanya menjadi salah satu contoh soal teguhnya NU dan PMII dalam menafsirkan pancasila sebagai dasar negara yang kokoh, dan menjawab atas ketepatannya saat ada sebagian kelompok mencoba menyandingkannya dengan konsep khilafah yang sama sekali bukan atas nilai budaya dan apa yang ada pada negara, mengingat lagi Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang Bineka Tunggal Ika.

            Dengan sedikit ulasan diatas, mengambil posisi tengah sebagai poros perjuangan bukan tanpa resiko yang besar mengingat sengitnya pertarungan ideologi yang terjadi. NU dan PMII tetap harus konsisten pada jalurnya, menjaga islam moderat dan toleran guna menebar rahmatan lil alamin, dan menjaga pancasila sebagai asas negara dengan ketepatan kandungannya mengenai nilai dan norma yang hidup ditengah masyarakat.

            PMII, dalam penciptaanya bukan lain salah satunya untuk mencetak elite intelektual, guna mempersiapkan diri menunggu estafet kepemimpinan dimasa mendatang. Juga mengingat tugas sebagai Mahasiswa yang diemban oleh kader PMII, sebagai agent of change, sosial control, dan iron stock, dimana PMII juga harus bersuara menanggapi berjalannya negara secara keseluruhan pada problem-problem yang lebih detail. Mahasiswa harus berbicara soal semua, Ekonomi, sosial, politik, hukum, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Tentu hal ini bukan tugas yang ringan untuk dijalankan, tapi juga bukan berarti hil yang mustahal dilakukan.

                        Laksanakan tugas kenegaraan mu !!!

Kurang lebih kalimat tuntutan bung Isfandiari Mahbub Djunaidi putra dari Mahbub Djunaidi (ketua umum pertama PMII) atas kerugian beliau sebab minimnya waktu yang bisa ia gunakan untuk bercengkrama bersama sang ayah sebab habis waktunya bersama perjuangan, yang diucapkannya beberapa tempo lalu ditengah-tengah diskusi