
Oleh: Abdullah Faiz
Kemarin kita baru saja di gegerkan dengan video viral di media sosial. Terkait pembakaran bendera oleh sejumlah pria berseragam banser di garut. Hal ini tentu membakar emosi kaum sebelah yang mudah tersulut emosi tanpa tabayyun sebelum bertindak.
Tanpa berfikir panjang, mereka mencaci maki, hinaan bahkan ancaman dan hastag bubarkan Banser yang tentunya disematkan kepada anggota Banser. Menanggapi hal itu, Tidak sedikit komentar dari para netizen yang di lontarkan sesuai pendapatnya masing-masing mengenai ketidak setujuanya pembakaran bendera tersebut. Bahkan ada di kalangan Nahdliyin sendiri menyayangkan dengan perbuatan sejumlah oknum itu.
Bendera itu adalah bendera hitam yang bertuliskan aksara arab putih yg di kenal sebagai kalimat tauhid. Identik dengan bendera Ar Rayyah yang kerap di kibarkan massa HTI. Bendera berwarna hitam yang bertulisan aksara arab putih itu di sebut sebagai panji perang pada zaman Nabi Muhammad SAW. Namun uniknya bendera itu mulai di munculkan tahun 2005, padahal Hizbut Tahrir itu berdiri 1953 sesuai dengan buku ajhizah daulah khilafah.
Awalnya mungkin kita terkejut dengan info pembakaran kalimat tauhid, tapi ternyata itu adalah bendera HTI ormas terlarang yang pernah ingin menggantikan ideologi dasar negara. Dalam arti luas sejatinya mereka bukan membakar kalimat tauhidnya melainkan menyelamatkan kalimat tauhid yang sudah di nistakan oleh HTI. Karena di jadikan topeng gerakan bughot yang merongrong terhadap pemerintahan yang sah. Sehingga akan baiknya untuk di bakar semestinya.
dikalangan Banser di ajarkan untuk bisa memisahkan antara suatu yang hak dan bathil, dalam rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam konsep ini di artikan bendera HTI adalah bathil, sedangkan kalimat tauhid adalah haq. Penghormatan terhadap yang hak tidak pernah berkurang sedikitpun ,tetapi penindakan terhadap yang bathil adalah bagian dari pelaksanaan cinta tanah air. Lebih-lebih atribut itu milik ormas yang telah dilarang keberadaanya.
Selebihnya pembakaran tersebut adalah sebuah penghormatan terhadap kalimat tauhid untuk tidak di jadikan bahan politik atau di biarkan berserakan dan di salahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Artinya HTI telah mendeklerasikan kalimat tauhid yang semestinya di junjung tinggi di hormati. Malah di sejajarkan menjadi bendera berpolitik dan menjadi simbol gerakan untuk memberontak ketentuan Negara yang sudah final.
Pandangan syara‘
Dalam kitab I’anah attolibin syarah Fathul Mu’in, sudah di jelaskan hukum di perbolehkanya membakar Al quran bila bermaksud menjaga alquran. Dan sahabat Utsman juga pernah membakar Al quran untuk tujuan menjaga Al quran agar tidak tersia sia. Nah apalagi hanya seuntai kain berkalimat tauhid.
mungkin sudah kiranya untuk tidak mengerutkan dahi membahas masalah ini. Karena bangsa kita ini adalah bangsa besar yg menjadi titipan dari allah SWT yang wajib di rawat dan di jaga. Dengan dasar kesepakatan kita sejak era pendiri bangsa. Dalam Islam sendiri tidak memerintahkan berdirinya suatu pemerintahan tertentu dalam bentuk khilafah. Namun Islam seharusnya dapat memberi panduan nilai nilai mulia yang harus terwujud dalam sistem apapun.
Sistem demokrasi presidensial yang kita sepakati ini tidak kalah valid dan sahnya dibanding system khilafah. Karena nilai-nilai dasar yang di perjuangkan dalam Islam sudah ada, terutama tentang nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan dan keadilan. Tinggal bagaimana kita mengaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
*Anggota aktif PMII Rayon Syari’ah, (eLKAP’) 2018, dan alumni PP APIK Kaliwungu Kendal.*