Kredit : jawapos.com

Oleh: Haidarltf

Dunia saat ini agak sepi, kita tidak mendengar lagi hiruk pikuk kesibukan di belahan dunia bagian manapun, bukan tanpa sebab, jika kita mengaitkan dalam stoisisme semuanya ada Interconnectedness (keterkaitan segala sesuatu di dalam hidup), hal ini menuntut kita menyadari adanya keterkaitan di kehidupan ini, bagaikan jaring-jaring raksasa, termasuk semua peristiwa di dalam hidup kita sehari-hari, semua itu terjadi adalah hasil dari rantai peristiwa yang panjang dari peristiwa besar sampai peristiwa yang terkesan remeh sekalipun, itu yang dituliskan Henry Manampiring dalam buku Filosofi Terasnya.

Banyak yang berspekulasi, bahwa pandemi Covid-19 berawal dari China, seperti yang ditulis oleh Tempo.co pada 13 Maret 2020 “Pemerintah China telah melacak asal-usul virus Corona atau COVID-19, dan ternyata kasus pertamanya terjadi pada 17 November 2019”. Mulai dari itu ada proses penyebaran virus secara  masif hingga sampai ke luar China hingga sampai ke Indonesia sampai saat ini.

Sewaktu China sudah merebak virus Corona itu, kita masih santai, seolah virus Corona tidak berani mendekati tanah air ini.

Indonesia sebenarnya punya waktu sekitar dua bulan, sebelum covid 19 yang sebelumnya mewabah di Wuhan itu datang ke negeri ini. Alih-alih segera bersiap, para petinggi di negeri ini malah cengegesan. Setelah kasus pasien positif virus corona pertama ditemukan pada 2 Maret 2020, Presiden dan para menterinya masih santai. Mereka tak segera menyiapkan gugus tugas. Walhasil terjadilah gagap rantai komando. Setiap daerah seperti bergerak sendiri-sendiri. Tak ada penanganan yang cepat, terstruktur dan komprehensif. (Tempo.co)

Bahkan sampai saat ini, korban positif yang ada di Indonesia sudah menyentuh angka1000, tentu bukan angka yang sedikit, setiap hari selalu ada laporan penambahan masyarakat Indonesia yang teridentifikasi positif. Tapi kita tentu sadar tidak mudah memutus tali penyebaran Covid-19 ini secara serta-merta.

Penyebaran virus ini, berpengaruh terhadap keseharian masyarakat, orang-orang tidak menganggap manusia yang ada disekitarnya sebagai manusia biasa, namun sebagai virus yang berkeliaran yang siap menularkan kepadanya. Kegiatan sosial, kemasyarakatan, dan keagamaan menjadi tidak seperti yang biasa kita lihat. Acara yang sudah jauh-jauh hari kita rencanakan dengan matang terpaksa kita lakukan penjadwalan ulang. Ternyata tidak perlu bom nuklir, atau bom atom untuk membuat dunia menjadi tidak stabil, dengan virus yang berukuran sangat kecil saja sudah membuat kehidupan kita menjadi terancam, hal ini menunjukkan betapa lemahnya kita sebagai manusia.

Sekarang mari kita geser pemikiran kita ke stoisisme, Henty Manampiring menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Filosofi Teras, dalam stoisisme ada yang namanya dikotomi kendali, kata Epictetus ada hal-hal yang dibawah kendali kita dan ada hal-hal yang tidak di bawah kendali kita. Bahwa ada hal-hal di dalam hidup yang bisa kita kendalikan dan ada yang tidak bisa kendalikan.

Lebih lanjut Epictetus menjelaskannya di dalam buku Enchiridion, Hal-hal yang ada di bawah kendali kita bersifat merdeka, tidak terikat, tidak terhambat; tetapi hal-hal yang tidak ada dibawah kendali kita bersifat lemah, bagai budak. Karenanya jika ketika kita menganggap hal-hal bagaikan budak sebagai bebas, dan hal-hal yang merupakan milik orang lain sebagai milikmu sendiri… maka kamu akan meratap, dan kamu akan selalu menyalahkan manusia. Dalam bahasa gampangnya, jika hal itu tidak ada dibawah kendali kita, maka bersiap-siaplah kecewa, karena mungkin saja ada hal yang datang namun tidak kita inginkan sama sekali.

Kemudian jika kita kontekskan dengan apa yang sedang terjadi sekarang ini, kedatangan pandemi corona ini tentu merupakan hal yang berada diluar kendali kita. Penyebaran virus dari orang satu ke orang lain tentu hal yang tidak dibawah kendali kita, mengingat cara penyebaranya yang sedemikian sulit untuk terdeteksi. Maka, menurut stoisisme kita tidak perlu meratapi dalam-dalam bagaimana hal itu terjadi, kita tidak bisa menyalahkan pandemi ataupun mengutuk pandemi ini karena hal itu memang sudah ada dan sudah terjadi, langkah konkret yang bisa kita lakukan adalah mencari jalan lain, kita harus mempunyai pikiran bagaimana  kita melawan pandemi ini, dimulai dari hal yang bisa kita kendalikan, yakni diri sendiri.

Dari dikotomi kendali, William Irvine menawarkan konsep trikotomi kendali dengan menambahkan hal-hal yang bisa sebagian kita kendalikan, ini berarti kita mempunyai ruang untuk berpartisipasi dalam hal-hal yang berada diluar kendali kita untuk kita jadikan dalam hal-hal yang berada di kendali kita melalui usaha yang kita lakukan.

Penyebaran virus memang berada di luar kendali kita, namun hal ini bisa saja masuk ke dalam konsep yang ditawarkan oleh William Irvine, bukan tidak mungkin  penyebaran ini menjadi hal yang bisa sebagian kita kendalikan. Artinya disini kita mempunyai ruang partisipasi terkait penyebaranya.

Kita bisa ikhtiar bagaimana agar menghentikan virus ini, atau setidaknya mengurangi penyebaranya agar tidak semakin banyak orang yang terkena. Sudah ramai di berbagai platform, para publik figur mulai dari artis, penulis, musisi, hingga budayawan sudah mengawali untuk membuka donasi guna pemenuhan kebutuhan tenaga medis yang membutuhkan APD (Alat Pelindung Diri) dan juga kepada masyarakat berupa masker dan hand sanitizer.

Hal ini bisa kita lakukan sebagai kader pergerakan untuk menunjukan kontribusi kita agar mobilitas pergerakan kita tetap terjaga, melalui donasi yang kita berikan, kita punya sebagian kendali terhadap penyebaran virus ini, di luar sana banyak orang-orang yang sangat membutuhkan untuk keselamatan dirinya.

Terakhir saya mengutip pernyataan Dr. Tedi Kholiludin saat mengisi materi Farid Essac dalam acara Islamic Studies Justisia beberapa  waktu yang lalu, beliau mengatakan harusnya umat bergama tidak hanya nyaman beribadah dirumahnya saja, namun juga keluar untuk melakukan pembebasan terhadap orang yg tertindas dengan baju agamanya. Maka bisa dikatakan seharusnya kader PMII tidak hanya berdiam diri dirumah saja saat wabah seperti ini, namun juga mau bergerak untuk memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan seperti dengan donasi yang kita berikan.

Semoga langkah kecil yang kita lakukan saat ini mampu memperbaiki keadaan yang ada. Amiin.