Oleh : Kala Rahaditya

Suara gaib terdengar begitu nyaring,

“Aku akan ciptakan perusak di bumi. Ia yang makan tanah, makan hutan, makan saudaranya, makan uang, makan aspal, makan gedung, makan hewan, makan tumbuhan, makan iman, lalu mencaplok bumi.”

Senyap yang lama

Tiba-tiba suara burung berkesudahan, suara tangis berseliweran, kepala-kepala bergelantungan.

Teror di mana-mana, siapa bunuh siapa, siapa merampas apa, siapa dengan siapa. Berkawan-kawan

Pemesanan aturan

Siapa tahu apa, dan siapa tak tahu apa-apa.

Sesosok makhluk tak kasatmata tiba-tiba berkata,

“Sudah kubilang, ia merusak! ia merusak!”

Manusia-manusia pada membela,

“Bukan! Kami bukan perusak, kami pemimpin di bumi ini!”

Sosok itu mendekat kepada segerombol manusia, berbisik-bisik, “kau memang dilahirkan menjadi pemimpin, dan alangkah jahatnya para pemimpin dari golonganmu.”

Satu per satu dari segerombolan manusia pada berjatuhan

Dibarengi amblasnya bumi, air raksasa yang mengalir ke jalan-jalan,

pohon-pohon bertumbangan, tiang listrik juga tumbang ditabrak seorang koruptor.

Tebing-tebing pada merosot, gunung-gunung batuk, seperti masuk angin ia muntah juga.

Orang-orang pada berteriak, berlarian tak tentu arah, menyebut asma Tuhan, menyebut nama imam, menyebut nama nabi, bahkan nama-nama hewan dipanggili seolah mengabsen nama.

Manusia-manusia menghilang, yang baik, yang jahat, koruptor, kontraktor, pengusaha rakus, para pimpinan, pimpinan negara, pimpinan keraton-keraton, yang lama maupun yang baru, semua lenyap.

Dari kejauhan terlihat sesosok yang tak jelas laki atau perempuannya, tak berbaju, tak bercelana.

Ia tidur di tanah

Bumi menghijau kembali

Semarang, 1 Februari 2020, 08.35 WIB