Oleh: Muhammad Sholihul Aziz*
Tahun 2018-2019 merupakan tahun penting bagi seluruh lapisan masyarat di Indonesia, pasalnya ditahun ini masa depan Indonesia lima tahun mendatang dipertaruhkan dalam gelanggang pesta demokrasi rakyat. Rasanya baru kemarin pilkada serentak telah berhasil dilaksanakan, masyarakat kembali dihadapkan persoalan-persoalan politik guna menyambut pemilihan Presiden dan pemilu tahun depan.
Praktis elemen-elemen partai politik sampai hari ini terus berlomba-lomba dalam menarik simpati rakyat termasuk generasi mudanya. Ditahun politik ini angkatan muda yang dijuluki dengan “generasi milenial” mendapat tempat khusus bagi kalangan politisi. Suara mereka yang akan menjadi penentu dalam perhelatan politik kali ini.
Menurut pengamat politik Voxpop Center Pangli S. Chaniago, jumlah pemilih pemilu 2019 dari kalangan milenial mencapai sekitar 40 persen (https://batam.tribunnews.com). Ini menunjukkan bahwa generasi milenial berpotensi menjadi kunci penentu dalam pemenangan pemilu dan pilpres 2019.
Partai-partai politik tentu dapat memahami bagaimana karakter politik generasi milenial demi mengambil hati generasi ini, namun disisi lain kawula muda juga harus dapat memilah dan memilih pilihannya dengan cermat, artinya generasi milenial wajib melek politik agar tidak mudah tertipu janji manis dari parpol tertentu saja.
Media Milenial sebagai Alat Politik
Generasi milenial atau dikenal juga dengan sebutan generasi Y adalah manusia-manusia yang lahir diatas tahun 1980 sampai 1998, ketika teknologi dan informasi sudah berkembang pesat, maka dari itu generasi ini cenderung menyukai komunikasi melalui media internet dari pada pertemuan konvensional (bertemu langsung).
Di Indonesia sendiri generasi ini disebut-sebut sebagai regenerasi selanjutnya setelah generasi X yang akan mendominasi setiap lini penting dalam pemerintahan. Mereka merupakan wujud nyata dari bonus demografi yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2020-2030.
Generasi ini hidup ditengah kemajuan teknologi maka karakter utama mereka adalah ketergantungan terhadap media digital. Melalui Whatsapp, Instagram, Twitter, Facebook dan sejenisnya mereka mengekspresikan diri dan mengikuti perkembangan informasi.
Tidak mengherankan jika propaganda politik terus digencarkan para pihak politik melalui perantara media sosial. Hal ini karena media sosial dapat menciptakan ruang komunikasi yang efektif, pengguna media sosial dapat memproduksi dan mengkonsumsi informasi sehinga interaksi sosial dapat terjalin dengan mudah.
Partai-partai politik sekarang juga sudah banyak yang mempunyai akun media sosial demi meningkatkan kuantitas pendukungnya. Para tokoh politik juga banyak yang membuat akun media sosial dan memiliki jumlah pengikut yang tidak sedikit. Selain itu banyak dari Netizen muda juga cenderung responsif terhadap isu-isu politik yang beredar di media sosial.
Fenomena gerakan politik melalu media sosial kerap kali dijumpai, seperti halnya gerakan hastag #2019gantipresiden, provokasi demonstrasi 212 dan lain sebagainya. Realita semacam ini mengisyaratkan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kepekaan tinggi terhadap permasalahan politik di negaranya.
Bukti lain yang menunjukkan kepekaan masyarakat di media sosial adalah riset yang dilakukan oleh katadata.co.id menyatakan bahwa banyak dari elit politik sering disebut oleh pengguna twitter. Ahok, Jokowi, Anies Baswedan, dan Fahri Hamzah menempati empat urutan teratas, sedangkan Sandiaga Uno menempati posisi kesembilan darisepuluh besar yang paling banyak dibicarakan pengguna twitter.
Media sosial memang merupakan salah satu media yang memimpin perubahan dramatis struktur komunikasi dari konsumsi komunikasi massa ke era komunikasi digital yang interaktif, disisi lain juga memunculkan masalah baru di era modern ini, darinya muncul hoax, black campaign, ujaran kebencian dan berbagai kejahatan dunia maya lainnya.
Manusia milenial memang tidak dapat melepaskan diri dari budaya konsumtif informasi semacam ini, akan tetapi efek positifnya mereka secara tidak sadar dapat mengidentifikasi informasi yang mereka dapat dengan memperhatikan interaksi media sosial tersebut. Hal tersebut mempengaruhi pola berpolitik mereka yang hanya melihat para pihak politik berdasarkan fakta yang telah diobservasi melalui media.
Identifikasi Tokoh Politik bagi Generasi Milenial
Kemajuan informasi yang semakin meluas membuat generasi milenial sudah terbiasa dalam melakukan klarifikasi dan identifikasi, begitu pula dalam hal memilih tokoh politik, mereka dapat melakukan identifikasi melalui media sosial dengan dua cara yaitu melalui citra sosial tokoh tersebut dan melalui kiprah politiknya.
Pertama, generasi milenial dapat melakukan identifikasi terhadap tokoh politik melalui citra atau imagenya, artinya melihat tokoh dari sudut pandang perilaku kesehariannya. Pencitaan tokoh memang terkadang tidak melulu selaras dengan keadaan tokoh yang sesungguhnya, namun hal itu dapat membentuk opini publik tentang sepak terjang politiknya.
Menurut Nimmo (2006), citra personal dalam politik paling tidak memiliki tiga manfaat. Pertama, betapapun benar atau kelirunya, lengkap atau tidak lengkapnya pengetahuan orang tentang politik, hal itu memberikan jalan kepadanya untuk memahami peristiwa politik tertentu.
Kedua, kesukaan atau ketidaksukaan umum pada citra seseorang tentang politik menyajikan dasar untuk menilai objek politik. Citra diri seseorang memberikan cara menghubungkan dirinya dengan orang lain.
Ketiga, kiprah politik tokoh tersebut, hal ini akan memberi pemahaman bahwa tokoh politik yang diidentifikasi merupakan sosok yang sudah paham betul gerak-gerik perpolitikan yang akan dihadapinya. Tokoh yang telah lama berkiprah dalam politik tentu memiliki segudang pengalaman sebagai bekal kepemimpinannya nanti.
*Kader aktif PMII Rayon Syari’ah Komisariat UIN Walisongo Semarang, menjabat sebagai Wakil Ketua bidang Eksternal