cover

 

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah Wasyukrulillah ala nia’millah, Wassholatu Wassalamu Ala Rosulillah Sayyidina Muhammad Ibni Abdillah Wa Ala Alihi Wa Man Waalah. Amma Ba’du.

Segala puji bagi Allah swt. Tuhan pencipta alam semesta yang senantiasa melimpahkan nikmah, taufiq, serta hidayah bagi seluruh makhluk dan hamba-Nya. Sehingga dapat bergerak dan berkompetisi dalam sendi-sendi kehidupan yang penuh tantagan ini.  Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad saw. Sang pemimpin dan pembimbing umat, dari zaman jahiliyyah menuju zaman Islamiyyah hingga sekarang.

Berawal dari diskusi dan ngopi para awak buletin PERISAI mengenai ketidakwarasan Orde Baru dalam membentuk sistem pemerintahan. Kami berpikir ulang untuk meyetujui Sang Komando, Soeharto untuk diberikan gelar kepahlawanan. Titel yang tidak sesuai dengan kapasitas sebagai diktator ulung dan kapabilitas selaku koruptor dalam membangun gurita di istana kala itu.

Rekam jejaknya, mengawali memimpin negeri dengan tumbal Genosida 1965 bersama antek-antek asing. Seperti orang keranjingan, kekuasaan digunakan untuk memupuk harta, membuka kran investor asing untuk mengekploitasi sumber daya alam yang melimpah ruah. Pemerintahannya dikelilingi militer yang tunduk meskipun melanggar HAM.

Kebebasan dicerabut atas nama stabilitas nasional. Media masa dijadikan corong pemerintahan. Agama menjadi barang udik sebagai pondasi penyangga keberlangsungan rezim Orde Baru. Pro-kontra hanyalah teks yang ada dalam buku, karena realitasnya pro pemerintah duduk empuk di kursi dan kontra siap untuk meregang nyawa hingga di buang entah ke pulau mana. Media masa dan ahli agama lebih baik cari aman ketimbang kehilangan masa depan.

Patuh terhadap penguasa merupakan dogma yang harus disampaikan ke desa-desa. Ibu rumah tangga di beri wadah untuk mengajarkan negara aman dan sentosa. Bapak Pembangunan sudah memberikan haknya pada rakyat.

Permasalahan tersebut menggugah para awak redaksi  mengangkat tema tentang “Soeharto Pahlawanku pada buletin ke-41 sebagai  respon ketidaksetujuan atas  rencana pengangkatannya sebagai pahlawan nasional. Gelar pahlawan yang dianggap sakral,  akan melegitimasi kebijaka-kebijakan yang telah dilakukannya. Seperti pembungkaman pers, kekerasan terhadap sipil, kebijakan pro pemodal, dan pembenaran pemelintiran sejarah.

Gus Dur pernah berkata “Soeharto memang banyak jasanya, tapi juga banyak dosanya”.

 

Wallahul Muwafiq Ila Aqwamit Thariq.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh.