
Oleh : Khoirul Fajri ( Kader PMII Rayon Syariah Biro Sosial dan Politik )
Kala itu, aku sedang duduk di teras rumah
Menikmati cahaya kuning langsat
Sambil sesekali kuseruput kopi buatan istri
Terlihat burung burung terbang, hendak pulang
Bernyanyi dengan alunan indah
Sambil mengepakkan sayap.
Mataku hanyut dalam suasana.
Tertutup dengan perlahan, namun pasti
Ahhh nikmat sekali kala itu.
Namun, aku tersentak ketika putriku dari dalam rumah menghampiriku.
“ ayah sedang apa? “
ku buka mata dan tersenyum
Tak malah diam
Ia duduk dipangkuan
“ ayah, aku ingin dengar cerita ayah waktu kuliah “
Tersadarlah aku, pikiranku pun melayang
Angan menembus masa muda
Mengumpulkan partikel partikel puzzle memori
Lembut ucap padanya
Kuliah ayah biasa saja nak
Seperti hari yang berguguran
Tak ada yang istimewa
Mata kuliahnya masih sama dengan sekarang
Banyarnya pakai uang
Gedungmu juga gedung ayah dulu
Yaa.. biasa saja nak.
Putriku menyimak dengan lugu
Kuseruput kopi, untuk menambah nyawa cerita itu.
“Ayah punya sesuatu yang istimewa nak”
Wajahnya berubah, sejuta pertanyaan mengkerut di jidat.
Sesuatu yang tak dimiliki orang lain
Kerutan di jidat nampak jelas,
“ sesuatu apa yah? “
Sambil menelisik jauh, senyum merekah dibibir.
Ayah memiliki sekumpulan orang bodoh dalam bertingkah laku nak
Mereka keluarga namun tak sedarah
Terkumpul dari manusia tak sama juga tak membedakannya.
Terlahir dari lemah namun tak henti hentinya mencoba kuat
Terkumpul dari berbagai orang-orang yang kecewa namun berusaha mendamaikan
Pikiraku semakin jauh menerawang, ku hentikan sejenak ceritaku.
( sambil mmenghela nafas)
Bayangkan saja nak.
kala itu ayah memiliki sekumpulan orang yang kerap jatuh tapi tak pernah takut jatuh.
Seperti mentari yang tenggelam di kala senja, dan kembali berdiri di pagi hari.
Itulah gambaran sahabat ayah nak.
Yang ia selalu di caci namun berusaha tak sampaikan ke hati
Yang berani berpayah payah agar tak melihat kawannya bersusah
Yang berani bertindak gila untuk melihat temanya senyum.
Yang tak memajukan ego, jika kawannya ada masalah.
Dan satu lagi nak, sekumpulan orang itu tak pernah berusaha meninggalkan ayah ketika ayah benar benar lemah.
Tak pernah berusaha menjauhi ayah ketika benar benar ayah tak tau arah
(tanpa sadar air mataku keluar dengan seenaknya)
Aku menghentikan cerita karena tak sanggup menahannya
Kerinduan kepada sahbatku
Yang baru terasa ketika sudah selesai kuliah
Dalam hatiku berkata
Tuhan, tolong berikan waktu, setidaknya gar sahabtku terkumpul dan sekedar membicarakan yang tak perlu
Tak ku sangka, putriku memelukku sambil berkata
AKU INGIN PUNYA SAHABAT SEPERTI AYAH.