Oleh : Mega Diah Wati

Semenjak pemerintah menerapkan New Normal, para penggowes sepeda semakin hari semakin melonjak, bahkan nyaris di berbagai daerah juga melakukanya. Alasan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memaparakan New Normal, tidak lain karena salah satu yang menjadi pertimbanganya ialah tidak lain dari dampak pandemi covid-19,  terhadap ekonomi Negara dan masyarakat, yang dianggap sudah begitu mengkhawatirkan. Sehingga bila tidak segera diterapkan akan ada lebih banyak pekerja yang menjadi korban serta krisis lainya.

Dengan begitu dapat kita pungkiri, bahwa pesepeda merupakan sesuatu pekerjaan yang amat baik, seperti di langsir dari liputan6.com. Olahraga seperti bersepeda menuai banyak manfaat, di mulai dari  menurunkan resiko depresi, menstabilkan diabetes, mencegah risiko darah tinggi, meningkatkan kekuatan otak juga banyak lagi manfaat lainya. Maka wajar, jika hal ini pegitu trend dan buming, untuk mengurangi resiko-resiko lainya juga dapat menjaga stamina tubuh.

Bijak Dalam Berolah raga

Banyaknya peminat sepeda semakin hari semakin melonjak. Tak hanya bentuk sepeda yang kiat hari kiat unik. Juga melihat dari kostum baju para pesepeda  juga kerap bagus dan keren di lihat dari kesat mata kita semua. Sayangnya, saya rasa pemain sepeda maupun penikmat sepeda (sebagian), sepertinya terlalu menikmati ayunan dan gayanya, sehingga ia lupa bahwa jalan raya juga bukan hanya milik pesepeda saja. Tapi milik bersama. Seperti ada banyak mobil, motor berpergian untuk bekerja berseliweran kesana kemari, truk membawa batu, pasir juga angkutan-angkutan lainnya.

Melihat dari sudut pandangan video Watchdoc Documentary, yang bulan-bulan lalu tepatnya adalah di bulan februari, ia menayangkan sebuah video tentang minoritas urban pesepeda di Jakarta. Dalam video tersebut, menceritakan betapa susahnya pesepeda untuk berjalan karena banyak kendaraan yang berseliweran (tidak teratur). Dan bahkan sebagian pesepeda tertabrak. Meski demikian, sudah ada ruas tempat masing-masing namun kejadian ini, juga kerap menjadi dilema para penikmat sepeda maupaun penikmat lainya. Karena tidak beraturannya ruas jalan.

Melirik dari 5 dunia yang ramah pesepeda, seperti di Utrech Belanda, yang memiliki jalur pesepeda khusus 245 KM, karena ada 100.000 pesepeda setiap harinya, dan bahkan dalam sehari mereka bersepeda mencapai 7-15 km. juga seperti Copenhagen Denmark, Sevilla dan Bordeaoux Perancis.

Di ambil dari Majalah Tempo.com, dalam sebuah penelitian, bersepeda disebut-sebut lima kali lebih efisien ketimbang berjalan. Dengan 100 kalori, seseorang dapat menempuh jarak setahun 3 mil atau 4,8 kilometer dengan bersepeda. Jika menggunakan mobil, 100 kalori hanya akan mengirim penumpang sejauh 280 meter.

Begitu juga Bike 2 Work Indonesia bahkan membeberkan manfaat bersepeda setiap hari. Bersepeda selama 60 menit setiap hari setidaknya membantu membakar 300-500 kalori tubuh. Lalu perjalanan pendek sejauh 6,5 kilometer dengan menggunakan pesepeda, misalnya akan menghindarkan sekitar 7 kilogram polutan udara yang kita hirup setiap hari.

Dengan apa yang disebutkan di atas tadi, penulis mencoba menyederhanakan. Berolahraga sebelum pandemi terjadi , bahkan sudah terjadi merupakan sesuatu yang amat baik, baik untuk diri sendiri juga baik karena sudah menolong orang yang sudah menjual sepeda demi menafkahi kebutuhan keluarganya. Namun kebaikan ini, kita juga perlu melihat dari segi apa yang kita lakukan, dimana kebaikan juga harus digunakan dengan bijak, sehingga masyarakat tidak begitu menjustifikasikan, bahwa para pesepeda adalah egois perihal berbagi jalan. kendati demikian, alur para pesepeda juga banyak di tikung oleh penguna lainya.  

Tanpa disadari juga, trendnya para pesepeda ini dapat kita sebut dengan kampanye pentingnya oksigen bagi  makhluk hidup, menimbang di perkotaan banyak pengendara yang tidak begitu bijak menggunakanya, sehingga menyebabkan betapa bahayanya polusi. Di lain itu pula para pesepeda menampar keras pada pemeritah, bahwa minoritas urban seperti pesepeda, masyarakat disabilitas juga perlu di perhatikan. Tidak hanya jalan tol saja yang terus menerus di gembor-gemborkan pemerintah, namun ruas jalan kaum minoritas urban juga perlu di perhatikan untuk memudahkan beraktifitas secara merata.